SYARAH BUKHORI KITAB GHUSUL BAB MANDI DENGAN 1 SHO

March 2, 2014 at 11:43 pm | Posted in Penjelasan Bukhori | Leave a comment

بَابُ الغُسْلِ بِالصَّاعِ وَنَحْوِهِ

Bab 3 Mandi dengan Ukuran 1 Sho’

atau Sekitar Ukuran Tersebut

 

Penjelasan :

 

Seperti dalam kitab Wudhu, Imam Bukhori juga menampilkan ukuran minimal –menurut beliau- jumlah air yang digunakan untuk berwudhu. Imam Bukhori mengatakan dalam kitab wudhu بَابُ الوُضُوءِ بِالْمُدِّ” (Bab wudhu dengan satu mud), kemudian kami jelaskan dalam bab tersebut bahwa ternyata Nabi pernah berwudhu –berdasarkan riwayat yang shahih- dengan ukuran 2/3 mud, maka ini adalah riwayat yang paling sedikit yang shahih dari Nabi sholallahu alaihi wa salam tentang batas ukuran minimal penggunaan air wudhu –yang dapat kami temukan-.

Dalam bab ini, Imam Bukhori mencoba menginformasikan kepada kita, batas ukuran minimal air yang digunakan untuk mandi yang shahih dari Nabi sholallahu alaihi wa salam, yakni sebanyak 1 sho’. Namun ukuran minimal ini bukan sesuatu yang wajib, artinya jika seorang dapat menyempurnakan wudhu kurang dari 2/3 mud atau mandi kurang dari 1 sho’ maka itu sudah mencukupi. Imam Nawawi dalam “al-Majmu” (2/189) menukil pendapat Imam Syafi’i dan ashabnya, kata beliau :

قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ وَيُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَنْقُصَ فِي الْغُسْلِ مِنْ صَاعٍ وَلَا فِي الْوُضُوءِ مِنْ مُدٍّ

“dianjurkan untuk mandi tidak kurang dari 1 sho’ dan juga wudhu kurang dari 1 mud”.

1 sho’ adalah ukuran sebanyak 4 mud, sedangkan 1 mud adalah sepenuh dua telapak tangan orang dewasa yang sedang, tentunya masing-masing telapak tangan akan berbeda besar kecilnya, sehingga jumlah tersebut tidak bisa exact (secara pasti). Sebagian ulama kontemporer mengatakan bahwa ukuran air tersebut jika dikonversikan dengan zaman sekarang adalah sekitar 3.5 liter.

Adapun maksud dalam judul bab “wa nahwihi” maka yang dimaksud adalah mandi dengan ukuran 1 sho’ atau kurang lebih seukuran 1 sho’, karena nanti Imam Bukhori akan membawakan hadits yang menunjukkan bahwa Aisyah rodhiyallahu anha meminta air kurang lebih seukuran 1 sho’. berikut haditsnya :

 

Berkata Imam Bukhori :

251 – حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ الصَّمَدِ، قَالَ: حَدَّثَنِي شُعْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ حَفْصٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا سَلَمَةَ، يَقُولُ: دَخَلْتُ أَنَا وَأَخُو عَائِشَةَ عَلَى عَائِشَةَ، فَسَأَلَهَا أَخُوهَا عَنْ غُسْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَدَعَتْ بِإِنَاءٍ نَحْوًا مِنْ صَاعٍ، فَاغْتَسَلَتْ، وَأَفَاضَتْ عَلَى رَأْسِهَا، وَبَيْنَنَا وَبَيْنَهَا حِجَابٌ» قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: قَالَ يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، وَبَهْزٌ، وَالجُدِّيُّ، عَنْ شُعْبَةَ، «قَدْرِ صَاعٍ»

4). Hadits no. 251

“Haddatsanaa  Abdullah bin Muhammad ia berkata, haddatsani Abdus Shomad ia berkata, haddatsani Syu’bah ia berkata, haddatsani Abu Bakar bin Hafsh ia berkata, aku mendengar Abu Salamah berkata : ‘aku dan saudara Aisyah berkunjung ke rumah Aisyah Rodhiyallahu ‘anha, saudaranya bertanya kepada beliau berkaitan dengan mandinya Nabi sholallahu alaihi wa salam, lalu Aisyah rodhiyallahu anhu  meminta dibawakan air sekitar 1 sho’, lalu beliau berwudhu, mengguyurkan air ke seluruh kepalanya, antara kami dan beliau terdapat hijab”.

Abu Abdillah (Imam Bukhori) berkata, Yaziid bin Haaruun, Bahz dan al-Juddiy berkata dari Syu’bah yakni lafadznya : “seukuran 1 sho'”.

Diriwayatkan juga dalam Shahih Muslim no. 320.

 

Penjelasan biografi perowi hadits :

 

Semua perowinya telah berlalu keterangannya, kecuali :

1.  Nama                      : Abu Bakar Abdullah bin Hafsh bin Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqosh

Kelahiran                : –

Negeri tinggal         : Madinah

Komentar ulama      : Ditsiqohkan oleh Imam Nasa’i, Imam al-Ijli, Imam Ibnu Abdil Bar dan Imam Ibnu Hibban.

Hubungan Rowi       : Abu Salamah adalah salah seorang gurunya dan tinggal senegeri dengannya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

 

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu Hajar)

Adapun saudaranya Aisyah yang rodhiyallahu anha yang dimaksud dalam sanad ini, maka para ulama berselisih pendapat siapakah dia? Al Hafidz dalam Al Fath telah menerangkan perbedaan ulama tentangnya, ada yang mengatakan bahwa dia adalah Abdur Rokhman bin Abi Bakar rodhiyallahu anhu –anak Abu Bakar ash-Shiddiq rodhiyallahu anhu-, ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ath-Thufail bin Abdullah rodhiyallahu anhu. Namun kata Al Hafidz semuanya tidak benar, karena dalam riwayat Imam Muslim, Imam Nasa’i dan Imam Abu Awanah semuanya  meriwayatkan dari  jaln Syu’bah bahwa yang dimaksud saudara Aisyah rodhiyallahu anha tersebut adalah saudara sepersusuannya.

Adapun saudara sepersusuan Aisyah rodhiyallahu anha, Al Hafidz menyebutkannya ada dua yakni Abdullah bin Yaziid al-Bashri, seorang Tabi’i wasith, ditsiqohkan oleh al-Ijli dan Ibnu Hibban, dijadikan hujjah oleh Imam Muslim dalam shahihnya dan satu lagi adalah Katsiir bin Ubaid al-Kufiy, seorang tabi’i wasith, hanya ditsiqohkan oleh Ibnu Hibban, Imam Bukhori meriwayatkan haditsnya dalam “Adabul Mufrod”. Berdasarkan hal tersebut, Al Hafidz tidak dapat merajihkan siapa diantara keduanya yang dimaksud disini.

Penjelasan Hadits :

  1. Hadits ini dalil bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam pernah mandi dengan air seukuran 1 sho’.
  2. Atsar dari Aisyah rodhiyallahu anhu yang mencontohkan mandi kepada 2 orang yakni Abu Salamah dan saudaranya Aisyah, maka keduanya adalah mahrom dari Ummul Mukminin Aisyah rodhiyallahu anhu, karena Abu Salamah bin Abdur Rokhman bin Auf adalah keponakannya dari sisi persusuan, Abu Salamah pernyah menyusu kepada Ummu Kultsum bintu Abu Bakar rodhiyallahu anha saudara kandung Aisyah rodhiyallahu anha, sehingga Aisyah adalah bibi sepersusuan Abu Salamah. Lagi pula Aisyah ketika mencontohkan mandi dengan menggunakan hijab. Dan Abu Salamah dan saudaranya pada waktu itu masih anak kecil belum baligh, sebagaimana dijelaskan oleh lebih dari satu ulama.
  3. Islam mengajarkan penghematan dalam penggunaan sumber daya alam.
  4. Sekalipun sanad hadits ini mauquf, namun dihukumi marfu’ kepada Rasulullah sholallahu alaihi wa salam, karena konteks pertanyaan adalah bagaimana cara Nabi sholallahu alaihi wa salam mandi.

 

Berkata Imam Bukhori :

252 – حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ، أَنَّهُ كَانَ عِنْدَ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ هُوَ وَأَبُوهُ وَعِنْدَهُ قَوْمٌ فَسَأَلُوهُ عَنِ الغُسْلِ، فَقَالَ: «يَكْفِيكَ صَاعٌ»، فَقَالَ رَجُلٌ: مَا يَكْفِينِي، فَقَالَ جَابِرٌ: «كَانَ يَكْفِي مَنْ هُوَ أَوْفَى مِنْكَ شَعَرًا، وَخَيْرٌ مِنْكَ» ثُمَّ أَمَّنَا فِي ثَوْبٍ

5). Hadits no. 252

“Haddatsanaa  Abdullah bin Muhammad ia berkata, haddatsanaa Yahya bin Adam ia berkata, haddatsanaa Zuhair dari Abi Ishaq ia berkata, haddatsanaa Abu Ja’far bahwa beliau dan Bapaknya sedang mendampingi Jabir bin Abdullah rodhiyallahu anhu, pada saat itu kaumnya ada yang bertanya tentang mandi, maka Beliau rodhiyallahu anhu menjawab : “mencukupkan kalian mandi dengan 1 sho’”, maka ada seorang yang berkata : ‘kalau aku tidak cukup dengan 1 sho’, maka Jabir berkata : “telah mencukupi orang yang lebih lebat rambutnya dari mu dan lebih baik darimu”, kemudian Jaabir rodhiyallahu anhu mengibaskan bajunya .

Diriwayatkan juga dalam Shahih Muslim no. 329.

 

Penjelasan biografi perowi hadits :

 

Semua perowinya telah berlalu keterangannya, kecuali :

1.  Nama                      : Abu Ja’far al Baaqir Muhammad bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Tholib

Kelahiran                : Wafat 120-an H

Negeri tinggal         : Madinah

Komentar ulama      : Tabi’i shoghir. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Sa’ad dan Imam al-Ijli.

Hubungan Rowi       : Jabir rodhiyallahu anhu  adalah salah seorang gurunya dan tinggal senegeri dengannya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

Bapaknya yaitu :

2.  Nama                      : Abu Muhammad Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Tholib

Kelahiran                : Wafat 93 H atau sebelumnya

Negeri tinggal         : Madinah

Komentar ulama      : Tabi’i wasith. Ditsiqohkan oleh az-Zuhriy dan dikatakan oleh Al Hafidz, tsiqoh tsabat..

 

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu Hajar)

Penjelasan Hadits :

  1. Riwayat lain dari jalan Jaabir rodhiyallahu anhu yang menunjukkan bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam cukup mandi dengan air 1 sho’.
  2. Bolehnya memberi hukuman keras ketika membantah orang yang menyelisihi dalil.
  3. Para sahabat berhujjah dengan perbuatan Nabi sholallahu alaihi wa salam.
  4. Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam memiliki rambut panjang, kemudian pertanyaanya apakah disyariatkan bagi kita mencontoh Rasulullah sholallahu alaihi wa salam yang memiliki rambut panjang? Kami akan serahkan jawabannya kepada Syaikh DR. Robii’ bin Hadi al-Madkholiy yang pernah ditanya sebagai berikut :

السؤال: بعض الناس يقولون: أنّ النبي صلى الله عليه وسلم كان يطيل الشعر؛ لأنّ ذلك كان يليق بعصره ,والآن فمن العيب وأنّ ذلك من صفات النصارى ,والمتخننثين ,فما رأيكم في هذا القول؟

الجواب: هذا عادة من العادات؛ كان العرب يرسلون شعورهم ,ومنهم من يستخدم وفرة ,ومنهم من يستخدم جُمّة ,ومنهم من يستخدم لمّةً ,هذا عادة من العادات ,والرسول صلى الله عليه وسلم كان على عادة قومه في اللباس وفي الشعر ,وجاء من سننه: نتف الإبط وقصّ الشارب وتوفير اللحية.

يعني هذه أشياء تدخلت الشريعة فيها وخالفت فيها العادات؛ عادات المشركين ,عادات اليهود وعادات النصارى ,والرسول صلى الله عليه وسلم وصف هذه الأشياء بأنّها من الفطرة.

قد يُماشي صلى الله عليه وسلم قومه في بعض الأشياء ,وأحيانا يُخالفهم مثل هذه التي ذكرناها (خالفوا اليهود فإنهم لا يصلون في نعالهم ولا خفافهم) 1 (جزوا الشوارب وأرخوا اللحى ,خالفوا المجوس) 2 (خالفوا المشركين وفروا اللحى وأحفوا الشوارب) 3. وهكذا عليه الصلاة والسلام ,فهناك بعض الأمور يقصدها عليه الصلاة والسلام ,ويقصد فيها المخالفة بين المسلمين وبين غيرهم؛ حتى قال اليهود: (ما يريد هذا الرجل أن يدع شيئا من أمرنا إلا خالفنا فيه) 4 فيما يتعلق بعشرة النساء ,فيما يتعلق بالمظهر ,فيما يتعلق باللباس عليه الصلاة والسلام.

وبعض الأشياء تبقى على ما عليه الناس؛ أمور مشتركة بين المسلم وبين الكافر.

الكافر إذا لبس ثوبا لا نقول: نترك الثياب! إذا لبس عمّة؛ لا نقول: نترك العمّة؟ بارك الله فيكم ,أشياء عُهِد عليها رسول الله صلى الله عليه و سلم وصحابته نحافظ عليها ولو شاركنا الناس في ذلك.

 

لكن لا نطيل الشعر مثل النِّساء! بعض الخنافس يطيلونه مثل النِّساء ويتشبهون بالنساء! الرسول صلى الله عليه وسلم نهى عن التشبه بالنساء ,والعرب كانوا يفعلون هذا ويفرقون بين شعر المرأة وشعر الرجل في الطول ,فالمرأة تطيل شعرها وهذا من محاسنها ,ومطلوب منها ,والرجل ليس كذلك – بارك الله فيكم – ونحن إذا عندنا سنناً لا نلغيها من أجل أنّ الناس أخذوا بها! إذا وفرّوا لحاهم مثلا نقول: خلاص نتركها! – والله قالوها -؛قالها بعض السفهاء! قالوا: الآن اليهود يوفرون لحاهم فنحن نحلق لحانا! انظروا إلى هذا الكذب بارك الله فيكم.

Soal : sebagian orang mengatakan, bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam memiliki rambut yang panjang dan pada zaman itu hal tersebut cocok, namun sekarang memanjangkan rambut termasuk perkara yang tercela dan itu adalah sifatnya orang Nashroni dan orang fasik, maka bagaimana pendapat anda tentang pernyataan ini?

Jawab :

Ini adalah termasuk adat istiadat, orang arab (pada waktu itu) biasa memanjangkan rambut, diantara mereka ada yang memilki rambut lebat, ada yang rambut sampai sebahu ada yang sampai kupingnya, ini semua adalah adat pada waktu itu. Rasulullah sholallahu alaihi wa salam melakukan kebiasaan kaumnya dalam masalah berpakaian dan model rambut, telah datang dalam sunahnya untuk mencabut bulu ketiak, memotong kumis dan membiarkan jenggot, yakni itu semua adalah pensyariatan yang menyelisihi kebiasaan, yaitu kebiasaan musyrikin, Yahudi dan Nashroni. Rasulullah sholallahu alaihi wa salam mensifatkan hal tersebut sebagai perkara fitroh.

Terkadang Nabi sholallahu alaihi wa salam mengikuti kebiasaan kaumnya pada beberapa perkara dan kadang juga Beliau sholallahu alaihi wa salam menyelisihi kebiasaan kaumnya, seperti dalam masalah yang kami sebutkan diatas. Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda : Kalian selisihilah Yahudi karena mereka sholat tidak mengenakan sandal dan khuf”. Sabdanya lagi : “potong kumis dan biarkan jenggot, selisihilah orang Majusi”. Sabdanya lagi : “selisihilah musyrikin, biarkan jenggot dan potonglah kumis”.

Demikianlah yang diajarkan Nabi sholallahu alaihi wa salam, disana ada sebagian perkara yang Nabi sholallahu alaihi wa salam memaksudkannya agar kaum Muslimin menyelisihi kaum non muslim, sampai-sampai orang Yahudi berkata : ‘apa yang diinginkan orang ini (maksudnya Nabi sholallahu alaihi wa salam –pent.), tidaklah ia meninggalkan sesuatu dari urusan kami, kecuali dia menyelisihi kita’. Hal ini berkaitan dengan pergaulan dengan wanita (haidh), perabotan dan pakaian.

Sebagian perkara, Nabi sholallahu alaihi wa salam biarkan sebagaimana yang berlaku dikalangan manusia, yang perkara tersebut berlaku diantara kaum muslimin dengan kufar. Orang kafir jika memakai baju, kita tidak mengatakan, jangan memakai baju, jika memakai imamah, kita katakan, jangan memakai imamah –barokallah fiikum- sesuatu yang ada pada masa Rasulullah dan para sahabatnya, maka kita melestarikannya, sekalipun kaum lain sama dalam masalah ini.

Namun kita tidak memanjangkan rambut seperti wanita, sebagian orang fasik memanjangkan rambut seperti wanita, mereka menyerupai wanita. Rasulullah sholallahu alaihi wa salam melarang seorang laki-laki menyerupai wanita. Orang arab memanjangkan rambut, namun mereka membedakan model rambut wanita dengan rambut laki-laki dalam masalah panjang. Seorang wanita yang memanjangkan rambut adalah sebagai penambah kecantikannya dan hal ini diperintahkan, sedangkan laki-laki –Barokallah fiikum- tidak seperti itu, kita jika memiliki sunah tidak akan menyia-nyiakannya karena orang lain melakukan hal tersebut, jika mereka misalnya memanjangkan jenggot, lalu kita katakan, baiklah kita potong jenggot saja- ini hanya dikatakan oleh orang bodoh, mereka berkata, sekarang orang Yahudi memanjangkan jenggot, maka berarti kita potong jenggot, maka lihatlah perkara dusta ini –Barokallah fiikum-. (Fatawa Fiqhiyah Mutanawiyah).

Disini Syaikh Robii’ mengisyaratkan bahwa perbuatan Nabi sholallahu alaihi wa salam memanjangkan rambut adalah mengikuti kebiasan kaumnya, bukan sebagai suatu sunah yang disyariatkan. Fatwa yang lebih tegas lagi, yang menunjukkan bahwa memanjangkan rambut bukan sebagai sunah yang diikuti adalah sebagaimana perkataan Imam Ibnu Utsaimin dalam “Liqoo babil Maftuh” berikut :

السؤال: إطالة شعر الرأس وتوفيره هل هو من السنة أم لا؟

________________________________________

الجواب: لا. ليس من السنة؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم اتخذه حيث إن الناس في ذلك الوقت يتخذونه، ولهذا لما رأى صبياً قد حَلَقَ بعض رأسه قال: (احلقه كله أو اتركه كله) ولو كان الشعر مما ينبغي اتخاذه لقال: أبقه. وعلى هذا فنقول: اتخاذ الشعر ليس من السنة، لكن إن كان الناس يعتادون ذلك فافعل، وإلاَّ فافعل ما يعتاده الناس؛ لأن السنة -يا إخواني- قد تكون سنة بعينها، وقد تكون سنة بجنسها: فمثلاً: الألبسة إذا لم تكن محرمة، والهيئات إذا لم تكن محرمة السنة فيها: اتباع ما عليه الناس؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم فعلها اتباعاً لعادة الناس. فنقول الآن: جرت عادة الناس ألا يُتَخَّذ الشعر؛ ولذلك علماؤنا الكبار أول من نذكر من العلماء الكبار شيخنا عبد الرحمن بن السعدي وكذلك شيخنا عبد العزيز بن باز وكذلك المشايخ الآخرون كالشيخ محمد بن إبراهيم وإخوانه وغيرهم من كبار العلماء لا يتخذون الشعر؛ لأنهم لا يرون أن هذا سنة، ونحن نعلم أنهم لو رأوا أن هذا سنة لكانوا من أشد الناس تحرِّياً لاتباع السنة. فالصواب: أنه تَبَعٌ لعادة الناس، إن كنت في مكان يعتاد الناس فيه اتخاذ الشعر فاتخذه وإلا فلا.

Soal : memanjangkan rambut kepala dan melebatkannya, apakah ini termasuk sunah atau tidak?

Jawab :

Bukan, ia tidak termasuk sunah, karena Nabi sholallahu alaihi wa salam melakukan hal tersebut yang mana orang-orang pada waktu itu melakukan hal ini, oleh karenanya ketika Nabi sholallahu alaihi wa salam melihat seorang bayi yang dicukur sebagian rambutnya, Beliau berkata : “Cukurlah seluruh rambutnya atau biarkan seluruhnya”. Seandainya rambut hendaknya tetap dibiarkan panjang, niscaya Beliau akan berkata, biarkan rambutnya. Oleh karena itu, kami katakan, memanjangkan rambut bukan termasuk sunnah, namun seorang itu jika masyarakatnya biasa memanjangkan rambut, silakan ia lakukan, jika tidak maka kerjakan apa yang menjadi adat kaumnya.

Karena sunnah –wahai saudaraku- terkadang adalah sunah dengan sendirinya dan terkadang sunah dengan jenisnya, misalnya pakaian jika bukan sesuatu yang diharamkan dan juga tingkah laku jika bukan sesuatu yang diharamkan maka sunnahnya adalah mengikuti kebiasaan kaumnya, karena Nabi sholallahu alaihi wa salam mengikuti adat istiadat kaumnya, maka kami katakan sekarang, kebiasaan manusia pada hari ini adalah tidak memanjangkan rambut, oleh karenanya ulama kibar dan yang pertamakali kami sebutkan sebagai ulama kibar adalah syaikhuna Abdur Rokhman as-Sa’diy, demikian juga syaikhunaa Abdul Aziz bin Baz, demikian juga masyaikh lain seperti Syaikh Muhammad bin Ibrohim dan saudara-saudara mereka dari para pembesar ulama, mereka semua tidak memanjangkan rambut, karena mereka memandangnya bukan termasuk sunah, kita mengetahui bahwa seandainya mereka memandang bahwa hal ini adalah sunnah, niscaya mereka adalah manusia yang paling senang mengikuti sunah. Maka yang benar adalah mengikuti kebiasaan manusia, jika ditempat tersebut masyarakatnya terbiasa memanjangkan rambut, maka panjangkanlah rambut, jika tidak maka jangan lakukan”.

Berkata Imam Bukhori :

253 – حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَمْرٍو، عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَيْمُونَةَ كَانَا يَغْتَسِلاَنِ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ» قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: «كَانَ ابْنُ عُيَيْنَةَ، يَقُولُ أَخِيرًا عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ مَيْمُونَةَ، وَالصَّحِيحُ مَا رَوَى أَبُو نُعَيْمٍ»

6). Hadits no. 253

“Haddatsanaa Abu Nu’aim ia berkata, haddatsanaa Ibnu Uyainah dari ‘Amr dari Jaabir bin Zaid dari Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam dan Maimunah, mereka berdua mandi dari satu bejana.

Abu Abdillah berkata, Ibnu Uyainah mengatakan pada akhir sanadnya dari Ibnu Abbas dari Maimumah rodhiyallahu anhumaa dan yang benar adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim .

Diriwayatkan juga dalam Shahih Muslim no. 322.

 

Penjelasan biografi perowi hadits :

 

Semua perowinya telah berlalu keterangannya, kecuali :

1.  Nama                      : Abu asy-Sya’syaa’ Jaabir bin Zaid

Kelahiran                : Wafat 93 atau 103 H

Negeri tinggal         : Bashroh

Komentar ulama      : Tabi’i wasith. Ditsiqohkan oleh Imam Ibnu Ma’in, Imam Abu Zur’ah, Imam al-Ijli dan Imam Ibnu Hibban.

Hubungan Rowi       : Ibnu Abbas rodhiyallahu anh  adalah salah seorang gurunya, sebagaimana ditulis oleh Imam Al Mizzi.

 

(Catatan : Semua biografi rowi dirujuk dari kitab tahdzibul kamal Al Mizzi dan Tahdzibut Tahdzib Ibnu Hajar)

Penjelasan Hadits :

  1. Dalam hadits ini tidak disebutkan berapa ukuran air dalam bejana tersebut, sedangkan Imam Bukhori memasukkan hadits ini dibawah judul mandi dengan 1 sho’, Al Hafidz menyatakan bahwa ukuran bejana tersebut telah dijelaskan dalam hadits Aisyah rodhiyallahu anhu yang pertama di bab ini, sehingga dibawa ukurannya seperti bejana yang dicontohkan oleh Aisyah rodhiyallahu anhu.

 

 

Leave a Comment »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.
Entries and comments feeds.