MENGUATKAN HADITS LEMAH DENGAN SYAWAHID DARI KITABULLAH

March 29, 2014 at 4:48 am | Posted in Mustholah Hadits | Leave a comment

MENGUATKAN HADITS LEMAH DENGAN

SYAWAHID DARI AL QUR’AN

 

Dalam forum Multaqo ahlul hadits (http://www.ahlalhdeeth.com/) salah satu kontributor forum menulis sebuah faedah dalam ilmu mustholah hadits, kata beliau (saya ringkas perkataan pentingnya saja) :

فقد قرأت فائدة للشيخ صالح آل الشيخ في شرحه على الأربعين النووية ــ الحديث الحادي والأربعون ـ ( لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ ) قال حفظه الله ( هذا الحديث حديث مشهور ؛ وذلك لكونه في كتاب التوحيد ، وهذا حديث حسن كما حسَّنه هنا النووي ، بل قال : حديث حسن صحيح
وسبب تحسينه : أنه في معنى الآية وهي قوله تعالى ( فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكِّموك فيما شجر بينهم ثم لا يجدوا في أنفسهم حرجاً مما قضيت ويسلموا تسليماً ) 

وتحسين الحديث لمجيء آية فيها معناه مذهب كثير من المتقدمين من أهل العلم كابن جرير الطبري وجماعة من حُذَّاق الأئمة والمحدثين 

“saya membaca faedah dari Syaikh Shoolih Alu Syaikh dalam menjelaskan Arbain Nawawi –hadits ke-41- : “Tidak beriman salah seorang diantara kalian, sampai ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang telah aku bawa”. Syaikh Hafidhahullah berkata : ‘ini adalah hadits masyhur, karena tercantum dalam kitabut Tauhid, hadits ini hasan, sebagaimana dihasankan oleh Nawawi, bahkan ia berkata : ‘hadits hasan shahih’. Sebab penghasanannya adalah sesuai dengan makna ayat : ” Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. An Nisaa’ : 65).  Penghasanan hadits dengan makna dari Al Qur’anul Kariim adalah madzhab kebanyakan ulama mutaqodimiin, seperti Ibnu Jariir ath-Thobariy dan sekelompok peneliti dan muhaditsun”.   

Lalu datang komentator lain dalam forum tersebut yang menukil faedah lain dari masyaikh kita, kata beliau :

ذكر الشيخ مرتضى الزين أحمد في كتابه مناهج المحدثين (ص 24) ما نصه : 
وأما تقوية الحديث بموافقة ظاهر القرآن له:
فقد نسب بعض أهل العلم الى الفقهاء أنهم يتعرفون على صحة الحديث اذا وافقه ظاهر القرآن, قال الزركشي – رحمه الله تعالى – : (وقال أبو الحسن بن الحصار الأندلسي في (تقريب المدارك على موطاء الامام مالك) : ان للمحدثين أغراضاً في طريقهم احتاطوا فيها وبالغوا في الاحتياط, ولا يلزم الفقهاء اتباعهم على ذلك, طتعليلهم الحديث المرفوع بأنه روى موقوفاً أو مرسلاً, وكطعنهم في الراوي اذا انفرد بالحديث أو بزيادة فيه أو لمخالفته من هو أعدل منه, أو أحفظ. قال : وقد يعلم الفقيه صحة الحديث بموافقة الأصول, أو آية من كتاب الله تعالى, فيحمله ذلك على قبول الحديث, والعمل به, واعتقاد صحته, واذا لم يكن في سنده كذاب فلا بأس باطلاق القول بصحته اذا وافق كتاب الله عز وجل, فانه وان كان معتلاً أكتبه لان معه ما يقويه ويذهب علته).
ومنهج جمهور المحدثين أنهم لا يجعلون موافقة ظاهر القرآن لحديث ضعيف عاضداً له, ويرتقي به لدرجة الحسن لغيره, واعتماد هذا المنهج يقتضي تصحيح الأحدايث الضعيفة التي في أسانيدها الضعفاء أو المتروكون لأجل موافقة ظاهر القرآن لهذا الحديث, وهذا الحديث (اذا رأيتم الرجل يعتاد المساجد فاشهدوا له بالايمان) ضعفه الحافظ الذهبي ومغلطاي – رحمهما الله – مع أن ظاهر القرآن يوافقه, وذلك في قوله تعالى : {إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ فَعَسَى أُوْلَئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ} (18) سورة التوبة.
قال الذهبي عقب تصحيح الحاكم له: (قلت: دراج كثير المناكير), وقال المناوي : (قال مغلطاي في شرح ابن ماجة : حديث ضعيف), ولم يقل واحد من هذين الامامين بقبول هذا الحديث للاعتضاد والارتقاء لمرتبة الحسن لأجل موافقة ظاهر القرآن له.

“Syaikh Murtadho az-zain Ahmad dalam kitabnya “Manaahijul Muhadditsiin” (h. 24) menulis : ‘Adapun menguatkan hadits karena kesesuaiannya dengan dhohir Al Qur’an, telah dinisbatkan oleh sebagian ulama kepada Fuqoha yang mana mereka mengetahui keshahihan hadits karena kesesuaiannya dengan dhohir Al Qur’an. Az-Zarkasyi berkata : ‘Abul Hasan ibnul Hishoor al Andalusiy dalam “Taqriibul Mudaarik ‘Alaa Muwatho Imam Malik” berkata : ‘sesungguhnya muhaditsun dalam metodenya sangan berhati-hati dan kehati-hatiannya mencapai puncak dan Fuqoha tidak selalu mengikuti cara mereka. Muhadditsun mencacat sebuah hadits marfu bahwa yang kuat ia mauquf atau mursal, sebagaimana mereka juga mencela perowi yang bersendirian dalam meriwayatkan hadits atau ada tambahannya atau penyelisihannya dengan orang yang lebih adil darinya atau lebih hapal. Telah diketahui bahwa ahli fiqih menshahihkan sebuah hadits karena kesesuaiannya dengan pokok (ajaran agama) atau ayat Al Qur’an, lalu mereka menerima hadits tersebut dan beramal dengannya serta meyakini keshahihannya. Jika didalam sanadnya tidak ada perowi pendusta, maka tidak mengapa memutlakkan keshahihannya, jika bersesuaian dengan Kitabullah, maka sekalipun terdapat cacat padanya, mereka menulisnya, karena bersamanya ada penguat (dari Kitabullah), sehingga hilang cacatnya’.

Adapun manhaj mayoritas muhadditsun mereka tidak menjadikan kesesuaian dengan dhohir kitabullah sebagai penguat hadits lemah, mereka mengangkat derajatnya menjadi hasan, karena ada jalan lainnya. Berikut contoh hadits yang seharusnya dapat dishahihkan, karena ia sesuai dengan dhohir Al Qur’an, padahal haditsnya lemah, didalam sanadnya ada perowi lemah dan matruk : “jika kalian melihat seorang yang hatinya terikat dengan masjid, maka saksikanlah keimanannya”. Hadits ini dilemahkan oleh Al Hafidz Adz-Dzahabi dan Mugholathi, padahal isinya sesuai dengan kandungan Al Qur’an, yakni Firman-Nya : “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk ” (QS. At Taubah : 18).  

Imam Adz-Dzahabi berkomentar setelah mendengar penshahihan al Hakim terhadap hadits diatas, beliau berkata : ‘Darooj banyak meriwayatkan hadits mungkar’. Al Munawiy berkata : ‘Mugholathi dalam syarah Ibnu Majah berkata : ‘hadits lemah’. Kedua Imam diatas tidak menerima hadits ini dengan menguatkan dan mengangkat derajatnya menjadi hasan, sekalipun sesuai dengan dhohir Al Qur’an.        

 

Leave a Comment »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.
Entries and comments feeds.