SYARAH BUKHORI KITAB GHUSUL HUKUM KERAMAS

May 7, 2014 at 11:40 pm | Posted in Penjelasan Bukhori | Leave a comment

بَابُ تَخْلِيلِ الشَّعَرِ، حَتَّى إِذَا ظَنَّ أَنَّهُ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ أَفَاضَ عَلَيْهِ

Bab 15 Menggosok Rambut, sampai Yakin bahwa Kulit Kepalanya telah Basah oleh Air Yang Disiram kepadanya

 

Penjelasan :

 

Yakni penjelasan hukum menggosok-gosok rambut ketika mandi atau dalam istilah yang biasa kita kenal adalah berkeramas. Adapun disyariatkannya menggosok-gosok rambut, maka para ulama telah bersepakat sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Bathoh dalam Syarah Bukhori. Adapun hukum taklifinya para ulama berbeda pendapat yaitu :

  1. Hukumnya wajib menggosok-gosok kulit kepala ketika mandi janabah

Pendapat ini dianut oleh Abu Hanifah, Syafi’i, ats-Tsauri, Ahmad, al-Auzaa’iy, al-Laits, Ishaq, Abu Tsaur dawud adh-Dhohiri dan ath-Thobari. Dalil mereka adalah :

  1. Hadits Aisyah rodhiyallahu anha dalam riwayat Muslim bahwa beliau berkata :

أَنَّ أَسْمَاءَ سَأَلَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِ الْمَحِيضِ؟ فَقَالَ: «تَأْخُذُ إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا، فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ، ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا، ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ، ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطَهَّرُ بِهَا» فَقَالَتْ أَسْمَاءُ: وَكَيْفَ تَطَهَّرُ بِهَا؟ فَقَالَ: «سُبْحَانَ اللهِ، تَطَهَّرِينَ بِهَا» فَقَالَتْ عَائِشَةُ: كَأَنَّهَا تُخْفِي ذَلِكَ تَتَبَّعِينَ أَثَرَ الدَّمِ، وَسَأَلَتْهُ عَنْ غُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ فَقَالَ: «تَأْخُذُ مَاءً فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أَوْ تُبْلِغُ الطُّهُورَ، ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا، ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ» فَقَالَتْ عَائِشَةُ: ” نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ.

bahwa Asmaa’ rodhiyallahu anha pernah bertanya kepada Nabi sholallahu alaihi wa salam tentang mandi haidh?, Maka Nabi sholallahu alaihi wa salam menjawab : “kalian ambil air dan daun bidara, lalu bersuci dan perbaguslah dalam bersuci, kemudian siramkan air ke kepala, lalu gosok-gosoklan dengan keras, sampai pangkal kepala, lalu guyurlah air keatasnya, lalu kalian ambil kapas yang diberi misik, lalu bersuci dengannya”. Maka Asmaa’ rodhiyallahu anha bertanya lagi : “bagaimana cara bersuci dengan kapas tadi?”, maka Nabi sholallahu alaihi wa salam menjawab : “Subhanallah, ya engkau bersuci dengan kapas tadi”. Aisyah rodhiyallahu anha berkata : “seolah-olah engkau membersihkan bekas darahnya”.

Kemudian Asmaa’ rodhiyallahu anha bertanya lagi tentang mandi janabah?, maka Nabi sholallahu alaihi wa salam menjawab : “engkau ambil air, lalu bersuci dengannya dan perbaguslah atau bersungguh-sungguhlah dalam bersuci, lalu siramkan air ke kepala, kemudian engkau gosok-gosokkan, sampai dasar kepala, lalu engkau siramkan air diatasnya”.

Aisyah rodhiyallahu anha berkata : “sebaik-baik wanita, wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk memahami agama”.        

Sekalipun hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, namun beberapa ulama mengatakan terdapat wahm (kesalahan) dalam hadits ini. Imam Al Albani dalam “Tammaamul Minnah” berkata :

قلت : فيه وهمان :

الأول : أن جماعة المذكورين لم يرووا الحديث بتمامه وإنما رواه كذلك من بينهم مسلم وأبو داود وابن ماجه وأحمد ( 6 / 147 – 148 ) والسياق له

وأما بقية الجماعة وهم البخاري والنسائي فإنما أخرجا القسم الأول منه دون السؤال عن غسل الجنابة

“didalamnya ada 2 kesalahan, yang pertama bahwa jamaah sebagaimana yang disebutkan tidak meriwayatkan hadits ini secara sempurna, hanyalah yang meriwayatkan secara sempurna yaitu Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad (6/147-148) dan konteks kalimat dari riwayat Ahmad. Adapun jamaah yang lainnya yaitu Bukhori dan Nasaa’i hanya meriwayatkan penggalan kalimat yang pertama tanpa adanya penyebutan pertanyaan tentang mandi janabah”.

Senada dengan ini adalah Syaikh Syu’aib Arnauth dalam “Ta’liq Ibnu Majah” (no. 642) beliau berkata :

حديث صحيح دون ذكر غسل الجنابة، وهذا إسناد حسن في المتابعات والشواهد من أجل إبراهيم بن المهاجر الكوفي

“haditsnya shahih tanpa penyebutan mandi janabah, sanad ini hasan karena adanya mutaba’ah dan syawahid karena Ibrohim bin al-Muhaajir al-Kuufir”.    

Kemudian penulis mencoba menelusuri biografi Ibrohim bin Muhhajir ini, dan didapatkan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam menilainya ada yang mentautsiq dan ada juga yang melemahkannya. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam “at-Taqriib” menilainya :

صدوق لين الحفظ

“jujur, lunak hapalannya”.

  1. Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu yang diriwayatkan ashabus sunah bahwa Rasulullah sholallahu alaihi wa salam bersabda :

إِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعْرَةٍ جَنَابَةً فَاغْسِلُوا الشَّعْرَ، وَأَنْقُوا الْبَشَرَ

Sesungguhnya dibawah setiap rambut ada janabah, maka cucilah rambut dan bersihkanlah kulit kepala”.

Namun hadits ini didhoifkan oleh para Aimah diantaranya, Imam Syafi’i, Bukhori, Abu Dawud, Baihaqi dan Imam Al Albani (lihat dhoif Abu Dawud 1/100, karya Al Albani).

  1. Hadits Ali rodhiyallahu anhu bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda :

مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعْرَةٍ مِنْ جَنَابَةٍ لَمْ يَغْسِلْهَا فُعِلَ بِهَا كَذَا وَكَذَا مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa yang meninggalkan seukuran rambut yakni tidak terbasuh dengan air ketika mandi janabah, maka akan mendapatkan ini dan itu didalam neraka”.

Namun hadits ini didhoifkan oleh para Aimah, minhum Imam Nawawi dan Imam Al Albani (lihat silsilah ahadits dhoifah no. 930).

  1. Hukumnya adalah mustahab/disunahkan tidak diwajibkan, ini adalah pendapatnya Imam Malik dan ashabnya. Dalil mereka adalah :
  2. Hadits riwayat Imam Muslim dengan sanadnya dari Ubaid bin ‘Umair bahwa ia berkata :

بَلَغَ عَائِشَةَ، أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرٍو يَأْمُرُ النِّسَاءَ إِذَا اغْتَسَلْنَ أَنْ يَنْقُضْنَ رُءُوسَهُنَّ. فَقَالَتْ: يَا عَجَبًا لِابْنِ عَمْرٍو هَذَا يَأْمُرُ النِّسَاءَ إِذَا اغْتَسَلْنَ أَنْ يَنْقُضْنَ رُءُوسَهُنَّ. أَفَلَا يَأْمُرُهُنَّ أَنْ يَحْلِقْنَ رُءُوسَهُنَّ، «لَقَدْ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ. وَلَا أَزِيدُ عَلَى أَنْ أُفْرِغَ عَلَى رَأْسِي ثَلَاثَ إِفْرَاغَاتٍ»

“telah sampai kepada Aisyah rodhiyallahu anha perkataan Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu anhu bahwa beliau memerintahkan para wanita ketika mandi untuk melepas ikatan rambutnya, Aisyah rodhiyallahu anha berkomentar : “aneh sekali Ibnu ‘Amr ini, ia memerintahkan para wanita ketika mandi untuk melepaskan ikatan rambutnya, kenapa ia tidak sekalian saja memerintahkan para wanita untuk menggunduli kepalanya, sungguh aku pernah mandi bersama Rasulullah sholallahu alaihi wa salam dalam satu bejana dan aku tidak menambahi ketika membasuh kepalaku lebih dari 3 kali”.

  1. Hadits Ummu Salamah rodhiyallahu anha juga dalam riwayat Muslim, kata beliau rodhiyallahu anha :

قَالَتْ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ: «لَا. إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ»

“Wahai Rasulullah, saya adalah wanita yang berambut lebat, apakah aku perlu untuk melepaskan ikatan rambutku ketika mandi janabah? Nabi sholallahu alaihi wa salam menjawab : “tidak perlu, engkau cukup membasahi kepalamu sebanyak 3 kali, lalu guyurlah badanmu dengan air dan, maka engkau telah suci”.

Berdasarkan kekuatan hadits-haditsnya, maka pendapat yang rajih/kuat adalah berkeramas atau menggosok-gosokkan rambut sampai kulit kepala hanya sunnah saja, terutama bagi wanita atau pria yang berambut lebat, sebagaimana model rambut zaman Rasulullah yang masih dilestarikan oleh sebagian kabilah Arab. Imam Al Albani berkata dalam “adh-Dhoifah” pada akhir pembahasan nomor 930 :

وقد ثبت في غير ما حديث صحيح أنه لا يجب على المرأة أن تنقض شعرها في غسل الجنابة، فالرجل مثلها إن كان له شعر مضفور كما هو معروف من عادة بعض العرب قديما، واليوم أيضا عند بعض القبائل.

“telah tsabit pada hadits yang shahih bahwa tidak wajib bagi wanita untuk melepaskan ikatan rambutnya ketika mandi janabah, demikian juga laki-laki jika memiliki rambut yang lebat, sebagaimana ini ma’ruf pada zaman sebagian bangsa Arab terdahulu dan sampai sekarang juga pada sebagian kabilah”.

Adapun jawaban untuk hadits Muslim sebagaimana dalil point A pendapat yang pertama, yakni pada pertanyaan kedua dari Asmaa’ rodhiyallahu anha tentang mandi janabah, dimana Nabi sholallahu alaihi wa salam memerintahkannya untuk menggosok-gosok rambut hingga kulit kepalanya, maka jawabannya selain isyarat akan kelemahan tambahan riwayat ini adalah yang dikatakan oleh Imam Al Albani dalam “Tamaamul Minnah” :

ثم إن الحديث صريح في التفريق بين غسل المرأة في الحيض وغسلها من الجنابة حيت أكد على الحائض أن تبالغ في التدليك الشديد والتطهير ما لم يؤكد مثله في غسلها من الجنابة كما أن حديث أم سلمة المذكور في الكتاب دليل على عدم وجوب النقض في غسلها من الجنابة وهو المراد في حديث عبيد بن عمير عن عائشة بقرينة اغتسالها مع النبي صلى الله عليه وسلم فلا تعارض بين الأحاديث على هذا التفصيل

 فيجب النقض في الحيض ولا يجب في الجنابة خلافا لما ذهب إليه المصنف وعلى مذهبه يلزم رد حديث عائشة بدون حجة ولا يجوز  وقد ذهب إلى التفصيل المذكور الإمام أحمد وصححه ابن القيم في ” تهذيب السنن ” فراجعه ( 1 / 165 – 168 ) وهو مذهب ابن حزم ( 2 / 37 – 40 )

“kemudian hadits (Muslim tersebut) sangat jelas dalam membedakan antara mandinya seorang perempuan ketika haidh dan ketika janabah, yang mana ketika mandi haidh lebih keras dalam menggosok dan bersuci tidak sekeras ketika mandi janabah, sebagaimana dalam hadits Ummu Salamah yang telah disebutkan dalam kitab. Ini adalah dalil tidak wajibnya membuka ikatan rambut ketika mandi janabah dan ini yang dikehendaki dalam hadits Ubaid bin Umair dari Aisyah Rodhiyallahu ‘anha dengan indikasi bahwa Aisyah Rodhiyallahu ‘anha mandi bersama dengan Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam, maka tidak ada pertentangan antara hadits ini dengan perincian diatas.

Maka kesimpulannya wajib membuka ikatan ketika haidh dan tidak wajib ketika mandi janabah, berbeda dengan pendapatnya penulis (Sayyid Sabiq) dan melazimkan berdasarkan madzhabnya berarti membantah hadits Aisyah Rodhiyallahu ‘anha tadi tanpa hujjah dan ini tidak benar. Telah berpendapat untuk merinci permasalahan tersebut Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnul Qoyyim dalam “Tahdzibus Sunan” (1/165-168) dan ini juga madzhabnya Ibnu Hazm (2/37-40)”.

Kemudian Imam Ibnu Bathooh dalam Syarah Shahih Bukhori menyebutkan bahwa para ulama mengkiaskan hukumnya juga dengan menggosok jenggot ketika mandi, diantara para Aimah yang berpendapat untuk menggosok jenggot juga adalah Ustman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Amaar bin Yaasir, Ibnu Abbad, Ibnu Umar, Anas Rodhiyallahu ‘anhum dan dari kalangan tabi’in, Abu Qilaabah, an-Nakho’I, Sa’id bin Jubair dan ‘Athoo’. Diantara para Aimah yang memberikan keringanan untuk tidak usah digosok jenggotnya adalah asy-Sya’biy, Thawus, al-Qoosim, al-Hasan, Abul ‘Aaliyah dan satu riwayat dari an-Nakho’i.

 

Berkata Imam Bukhori :

272 – حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الجَنَابَةِ، غَسَلَ يَدَيْهِ، وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ، ثُمَّ اغْتَسَلَ، ثُمَّ يُخَلِّلُ بِيَدِهِ شَعَرَهُ، حَتَّى إِذَا ظَنَّ أَنَّهُ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ، أَفَاضَ عَلَيْهِ المَاءَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ»

25). Hadits no. 272

“Haddatsanaa ‘Abdaan ia berkata, akhbaronaa Abdullah ia berkata, akhbaronaa Hisyaam bin Urwah dari Bapaknya dari Aisyah Rodhiyallahu ‘anha, beliau berkata : “adalah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa salaam jika mandi janabah, mencuci kedua tangannya, lalu berwudhu seperti sholat, lalu mandi, lalu menggosok-gosok rambutnya, hingga yakin air telah sampai di kulit kepalannya, lalu mengguyur kepalanya sebanyak 3 kali, kemudian mengguyur seluruh tubuhnya” .

 

Penjelasan biografi perowi hadits :

 

Semua perowinya telah berlalu keterangannya.

 

Berkata Imam Bukhori :

273 – وَقَالَتْ: «كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ، نَغْرِفُ مِنْهُ جَمِيعًا»

26). Hadits no. 273

Aisyah Rodhiyallahu ‘anha berkata : “aku mandi bersama Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam dari satu bejana, kami sama-sama menggayung bersama”.

 

Penjelasan biografi perowi hadits :

 

Sanad perowinya sama seperti hadits sebelumnya no. 272.

 

Penjelasan Hadits :

  1. Disyariatkannya keramas ketika mandi janabah.
  2. Yang rajih hukum keramas ketika mandi janabah adalah sunnah, namun untuk mandi haidh adalah wajib.

 

Leave a Comment »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.
Entries and comments feeds.