TAKHRIJ HADITS SYARAT NIKAH 2 ORANG SAKSI ADIL

February 22, 2015 at 10:27 am | Posted in Hadits | Leave a comment

TAKHRIJ HADITS TIDAK ADA PERNIKAHAN TANPA WALI

DAN 2 ORANG SAKSI

 

Dulu saya pernah mendapatkan pelajaran dari guru kami –yang tidak perlu disebutkan namanya- bahwa ada sebagian masyaikh kita yang berpendapat bahwa tambahan  2 saksi adil pada hadits “tidak ada pernikahan, kecuali dengan wali” adalah tambahan yang syadz (ganjil), sehingga sebagian ikhwah yang menganut pendapat tersebut, cukup menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki yang meminangnya, tanpa menghadirkan 2 orang saksi. Jadi ustadz kami bercerita bahwa ada beberapa kejadian, ketika ada laki-laki ingin melamar anak perempuan salah seorang ikhwah, maka ikhwah tersebut yang merupakan bapaknya, malah meminta laki-laki yang datang untuk langsung menikahinya dan terjadilah akad, tanpa perlu menghadirkan 2 saksi sebagai syarat minimal pernikahannya, demikian kurang-lebih cerita dari ustadz kami, dan pada kesempatan ini, kami akan mentakhrij hadits yang dimaksud untuk menunjukkan apakah benar tambahan tersebut syadz atau tidak –biidznillah-.

Baiklah kita memulai mentakhrij haditsnya, pertamakali saya akan menampilkan hadits “tidak ada pernikahan, kecuali dengan wali” tanpa adanya penambahan lafadz 2 orang saksi. Haditsnya diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah dari beberapa sahabat yaitu Aisyah, Abdullah bin Abbas dan Abu Musa rodhiyallahu anhum secara marfu’ kepada Nabi sholallahu alaihi wa salam.

Adapun hadits tambahan 2 orang saksi diriwayatkan oleh beberapa sahabat sebagai berikut :

  1. Dari Umar bin Khothob rodhiyallahu anhu secara mauquf, beliau berkata :

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ

Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan 2 orang saksi adil.

Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam as-Sunan al Kubro (no. 13727) dari jalan Abdul Wahab bin ‘Athoo’ dari Sa’id dari Qotadah dari al-Hasan dan Sa’id ibnul Musayyib dari Umar rodhiyallahu anhu secara mauquf.

Kedudukan sanad :

Semua perowinya tsiqoh, Sa’id adalah ibnu Abi Aruubah, Imam Baihaqi juga mengatakan sanadnya shahih.

  1. Dari Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu anhu secara mauquf, beliau berkata :

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِىٍّ وَلاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِشُهُودٍ

Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan saksi.

Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam as-Sunan al Kubro (no. 14016) dari jalan Hajjaaj dari Khushoin dari al-Haarits dari Ali rodhiyallahu anhu.

Kedudukan sanad :

Semua perowinya tsiqoh kecuali al-Haarits bin Abdullah al-A’war, haditsnya lemah dan tertuduh sebagai seorang rofidhoh, sehingga sanad ini lemah.

  1. Dari Abdullah bin Abbas rodhiyallahu anhu secara mauquf beliau berkata :

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِىٍّ مُرْشِدٍ وَشَاهِدَىْ عَدْلٍ

Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali mursyid dan 2 saksi adil.

Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam as-Sunan (no. 14021) dari jalan Muslim bin Khoolid dari Ibnu Khutsaim dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu secara mauquf.

Namun dalam (no. 14086) dari jalan ‘Adiy bin Fadhl dst, Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu memarfukannya sampai kepada Nabi sholallahu alaihi wa salam.

Kedudukan sanad :

Muslim bin Khoolid dan Abdullah bin Utsman bin Khutsaim keduanya perowi shoduq menurut Al Hafidz dalam at-Taqriib. Said bin Jubair adalah Aimahnya Tabi’in. Sehingga sanad yang mauquf hasan.

Adapun Adiy bin Fadhl adalah perowi yang matruk, sehingga sanad yang marfu’ sangat lemah.

  1. Dari Aisyah rodhiyallahu anha dari Nabi sholallahu alaihi wa salam Beliau bersabda :

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نُكِحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا وَشَاهِدَىْ عَدْلٍ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ وَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَهُ

Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya dan 2 orang saksi, maka nikahnya batil, jika ia telah bercampur, maka berhak mendapatkan mahar dan jika terjadi perselisihan maka sulthon adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.

Diriwayatkan oleh Imam ibnu Hibban dalam as-Shahih (no. 4075), Imam Baihaqi dalam as-Sunan (no. 14087), Imam Daruquthni dalam as-Sunan (no. 3533) semuanya dari jalan Ibnu Juraij dari Sulaiman bin Musa dari az-Zuhriy dari Urwah dari Aisyah rodhiyallahu anha.

Kedudukan sanad :

Abdul Malik bin Abdul Aziz ibnu Juraij perowi tsiqoh namun mudallis dan dalam riwayat ini dengan ‘an’anah. Sulaiman bin Musa dinilai oleh Al Hafidz shoduq. Adapun sisanya para Aimah hadits dan Sunnah. Oleh karenanya hadits ini lemah karena kemudalisan yang ada pada Ibnu Juraij.

Lalu Imam Daruquthni (no. 3534) mendatangkan sanad lain dari Muhammad bin Yaziid bin Sinaan dari bapaknya dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah rodhiyallahu anha secara marfu. Namun Muhammad bin Yaziid dan bapaknya Yaziid bin Sinaan, keduanya perowi dhoif.

Namun jalan ini barangkali menguatkan satu sama lainnya, sehingga sanad haditsnya Aisyah rodhiyallahu anha ini Hasan lighoirihi. Wallahu A’lam.

Imam Al Albani dalam Ta’liq Ibnu Hibban, menilainya Hasan Shahih, sedangkan asy-Syu’aib Arnauth dalam Ta’liq Ibnu Hibban menilai hadits Aisyah hasan.

  1. Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu secara marfu’, bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda :

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ وَخَاطِبٍ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ

Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali, khoothib dan 2 orang saksi.

Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Sunan al-Kubro (no. 13722) dari jalan al-Mughiiroh bin Musa dari Hisyaam dari Ibnu Siriin dari Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu secara marfu’.

Kedudukan sanad :

Al-Mughiiroh kata Imam Bukhori mungkarul hadits, sebagaimana dinukil oleh Imam Baihaqi sendiri, sehingga sanadnya dhoif.

  1. Dari Abdullah bin Umar rodhiyallahu anhu secara marfu’, bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda :

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ

Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan 2 orang saksi.

Diriwayatkan oleh Imam Daruquthni dalam as-Sunan (no. 3532) dari jalan Abdullah bin Abi Sa’ad dari Ishaq bin Hisyaam dari Tsaabit bin Zuhair dari Naafi’ dari Ibnu Umar rodhiyallahu anhu secara marfu’.

Kedudukan sanad :

Tsaabit bin Zuhair dikatakan oleh Imam Bukhori sebagai Mungkarul hadits, sebagaimana tertera dalam Lisaanul Mizan. Sehingga haditsnya dhoif.

  1. Dari ‘Imron bin Khushoin rodhiyallahu anhu secara marfu kepada Nabi sholallahu alaihi wa salam beliau bersabda :

لَا يَجُوزُ نِكَاحٌ إِلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ

Tidak boleh pernikahan kecuali dengan wali dan 2 orang saksi.

Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Sunan al-Kubro (no. 13721), Imam Daruquthni dalam as-Sunan (no. 3521), Imam Thabrani dalam Mu’Jam Kabiir (no. 299), semuanya dari jalan Abdullah bin Muharror dari Qotadah dari Al Hasan dari Imroon bin Khushoin rodhiyallahu anhu secara marfu’.

Kedudukan sanad :

Abdullah bin Muharror, perowi matruk sebagaimana dikatakan Imam Baihaqi sendiri, sehingga haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah.

  1. Dari al-Hasan diriwayatkan secara mursal bahwa Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda :

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِىٍّ وَشَاهِدَىْ عَدْلٍ

Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan 2 orang saksi.

Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Sunan al-Kubro (no. 13720) dari jalan Abdullah bin Wahhab dari adh-Dhohaak bin Utsman dari Abdul Jabaar dari Al Hasan secara mursal.

Kedudukan sanad :

Semua perowinya tsiqoh, namun ini hadits mursal dan tergolong sebagai hadits dhoif.

 

Kesimpulannya, berdasarkan pemaparan jalan-jalan hadits diatas, maka tambahan riwayat 2 orang saksi adil adalah tsabit dalam syariat kita. Kami akan memperkuatnya lagi dengan pendapat para Aimah kita terkait adanya 2 orang saksi adil sebagai syarat sahnya pernikahan, disamping syarat-syarat lainnya :

  1. Imam ath-Thohawi (w. 321 H), sebagai salah satu Aimah madzhab Hanafiy dalam Mukhtashor ikhtilaafil ulama berkata :

قال أصحابنا لا نكاح إلا بشهود وهو قول الثوري والشافعي

Ashabunaa berkata, tidak sah nikah kecuali dengan 2 saksi, ini adalah pendapatnya ats-Tsauri dan Syafi’i.

  1. Imam ibnu Abi Zaid al-Qoiruwaniy (w. 368 H) salah satu Aimah dalam madzhab Maliki, dalam Risalahnya berkata :

وَلَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ وَصَدَاقٍ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ فَإِنْ لَمْ يُشْهِدَا فِي الْعَقْدِ فَلَا يَبْنِي بِهَا حَتَّى يُشْهِدَا

Tidak ada pernikahan, kecuali dengan wali, mahar dan 2 saksi adil, jika tidak ada 2 saksi yang menyaksikan pernikahan, maka tidak dianggap pernikahannya, sampai disaksikan oleh 2 orang yang adil.

  1. Imam Syafi’i (w. 204 H) berkata dalam al-Umm :

وَلَا يَجُوزُ النِّكَاحُ إلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ وَرِضَا الْمَنْكُوحَةِ وَالنَّاكِحِ

Tidak ada pernikahan, kecuali dengan wali, dan 2 saksi adil, ridho mempelai wanita dan laki-laki.

  1. Imam ibnu Qudamah salah satu Aimah dalam madzhab Hanbali dalam kitabnya al-Mughni berkata :

نَّ النِّكَاحَ لَا يَنْعَقِدُ إلَّا بِشَاهِدَيْنِ . هَذَا الْمَشْهُورُ عَنْ أَحْمَدَ . وَرُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عُمَرَ ، وَعَلِيٍّ ، وَهُوَ قَوْلُ ابْنِ عَبَّاسٍ ، وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ ، وَجَابِرِ بْنِ زَيْدٍ ، وَالْحَسَنِ ، وَالنَّخَعِيِّ ، وَقَتَادَةَ ، وَالثَّوْرِيِّ ، وَالْأَوْزَاعِيِّ ، وَالشَّافِعِيِّ ، وَأَصْحَابِ الرَّأْيِ .

Pernikahan tidaklah sah, kecuali dengan 2 orang saksi. Ini adalah pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad, diriwayatkan pendapat ini dari Umar, Ali, Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘anhu, Sa’id ibnul Musayyib, Jaabir bin Zaid, al-Hasan, an-Nakho’I, Qotadah, ats-Tsauriy, Auza’I, Syafi’I dan ashabu Ro’yi

  1. Imam Ibnu Hazm dalam al-Muhalla berkata :

وَلا يَتِمُّ النِّكَاحُ إلا بِإِشْهَادِ عَدْلَيْنِ فَصَاعِدًا، أَوْ بِإِعْلانٍ عَامٍّ، فَإِنْ اسْتَكْتَمَ الشَّاهِدَانِ لَمْ يَضُرَّ ذَلِكَ شَيْئًا

Tidak sempurna pernikahan kecual dengan persaksian 2 orang yang adil atau lebih atau dengan memberitahukannya secara umum, jika 2 orang saksi menyembunyikan (perihal pernikahan tersebut), maka tidak menyebabkan masalah sedikitpun.

  1. Kemudian pendapat ini dipilih oleh beberapa ulama mutaakhirin yang kami ketahui, seperti Ibnu Utsaimin, Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh, Abdullah ibnu Jibriin, Sayyid Sabiq, Abdullah al-Faqiih.

 

Kembali kepada apa yang disampaikan oleh guru kami tentang sebagian orang yang berpendapat tidak perlunya 2 saksi dalam pernikahan, telah disinggung oleh Imam ibnu Qudamah dalam al-Mughni, kata beliau :

وَعَنْ أَحْمَدَ أَنَّهُ يَصِحُّ بِغَيْرِ شُهُودٍ . وَفَعَلَهُ ابْنُ عُمَرَ ، وَالْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ ، وَابْنُ الزُّبَيْرِ ، وَسَالِمٌ وَحَمْزَةُ ابْنَا ابْنِ عُمَرَ .

وَبِهِ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إدْرِيسَ ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ ، وَيَزِيدُ بْنُ هَارُونُ ، وَالْعَنْبَرِيُّ ، وَأَبُو ثَوْرٍ ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَهُوَ قَوْلُ الزُّهْرِيِّ ، وَمَالِكٍ ، إذَا أَعْلَنُوهُ . قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ : لَا يَثْبُتُ فِي الشَّاهِدَيْنِ فِي النِّكَاحِ خَبَرٌ .

وَقَالَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ : وَقَدْ رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { : لَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ عَدْلَيْنِ } .

مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَابْنِ عُمَرَ ، إلَّا أَنَّ فِي نَقْلِهِ ذَلِكَ ضَعِيفًا ، فَلَمْ أَذْكُرْهُ .

قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ : وَقَدْ أَعْتَقَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَفِيَّةَ بِنْتَ حُيَيِّ فَتَزَوَّجَهَا بِغَيْرِ شُهُودٍ .

قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : { اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَارِيَةً بِسَبْعَةِ قُرُوشٍ ، فَقَالَ النَّاسُ : مَا نَدْرِي أَتَزَوَّجَهَا رَسُولُ اللَّهِ أَمْ جَعَلَهَا أُمَّ وَلَدٍ ؟ فَلَمَّا أَنْ أَرَادَ أَنْ يَرْكَبَ حَجَبَهَا ، فَعَلِمُوا أَنَّهُ تَزَوَّجَهَا } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

قَالَ : فَاسْتَدَلُّوا عَلَى تَزْوِيجِهَا بِالْحِجَابِ .

وَقَالَ يَزِيدُ بْنُ هَارُونُ : أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى بِالْإِشْهَادِ فِي الْبَيْعِ دُونَ النِّكَاحِ ، فَاشْتَرَطَ أَصْحَابُ الرَّأْيِ الشَّهَادَةَ لِلنِّكَاحِ ، وَلَمْ يَشْتَرِطُوهَا لِلْبَيْعِ ،

وَوَجْهُ الْأُولَى أَنَّهُ قَدْ رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ { : لَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ مُرْشِدٍ ، وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ } . رَوَاهُ الْخَلَّالُ بِإِسْنَادِهِ .  وَرَوَى الدَّارَقُطْنِيّ ، عَنْ عَائِشَةَ ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ { : لَا بُدَّ فِي النِّكَاحِ مِنْ أَرْبَعَةٍ ؛ الْوَلِيُّ ، وَالزَّوْجُ ، وَالشَّاهِدَانِ } .

وَلِأَنَّهُ يَتَعَلَّقُ بِهِ حَقُّ غَيْرِ الْمُتَعَاقِدَيْنِ ، وَهُوَ الْوَلَدُ ، فَاشْتُرِطَتْ الشَّهَادَةُ فِيهِ ، لِئَلَّا يَجْحَدَهُ أَبُوهُ ، فَيَضِيعَ نَسَبُهُ ، بِخِلَافِ الْبَيْعِ فَأَمَّا نِكَاحُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِغَيْرِ وَلِيٍّ وَغَيْرِ شُهُودٍ ، فَمِنْ خَصَائِصِهِ فِي النِّكَاحِ ، فَلَا يُلْحَقُ بِهِ غَيْرُهُ .

Dari Ahmad bahwa beliau membenarkan pernikahan tanpa saksi, ini dilakukan oleh Ibnu Umar Rodhiyallahu ‘anhu, Hasan bin Ali Rodhiyallahu ‘anhu, Ibnu Zubair Rodhiyallahu ‘anhu, serta Salim dan Hamzah keduanya anak ibnu Umar. Ini juga pendapatnya Abdullah bin Idris, Abdur Rokhman bin Mahdiy, Yaziid bin Harun, al-‘Anbariy, Abu Tsaur, dan Ibnul Mundzi. Imam az-Zuhriy, Malik membolehkannya jika ia mengumumkan pernikahannya.

Ibnul Mundzir berkata : ‘tidak shahih hadits tentang 2 saksi dalam pernikahan. Ibnul Abdil Bar berkata : ‘telah diriwayatkan dari Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam bahwa Beliua bersabda : “tidak ada pernikahan, kecuali dengan wali dan 2 saksi adil”. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abu Huroiroh dan Ibnu Umar Rodhiyallahu ‘anhum, namun sanadnya dhoif, sehingga aku tidak menyebutkannya.

Ibnul Mundzir berkata : ‘Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam membebaskan Shofiyyah bintu Huyyay Rodhiyallahu ‘anha, lalu menikahinya tanpa saksi.

Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa salaam membeli seorang budak perempuan dengan 7 quruusy, maka orang-orang berkata : ‘kami tidak tahu apakah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa salaam akan menikahinya atau menjadikannya sebagai ummu walad?,  maka ketika beliau ingin memakaikannya hijab, maka mereka mengetahui bahwa Beliau menikahinya (muttafaqun ‘alaih).

Mereka berdalil Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa salaam menikahinya dengan pemakaian hijab kepadanya.

Yazid bin Harun berkata : ‘Allah memerintahkan persaksian dalam jual beli, tidak dalam pernikahan, lalu ashabu Ro’yi mempersyaratkan pernikahan dengan persaksian dan tidak mempersyaratkannya dalam jual beli.

Pendapat pertama (dipersyaratkannya saksi-pent.) berdasarkan riwayat : “tidak ada pernikahan, kecuali dengan wali mursyid dan 2 saksi adil”. Diriwayatkan oleh Kholaal dengan sanadnya, diriwayatkan oleh Daruquthni dari Aisyah Rodhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam bersabda : “harus dilaksanakan pernikahan dengan 4 syarat : wali, mempelai dan 2 saksi adil”. Ini berkaitan dengan hak selain 2 mempelai yang akan melangsungkan akad, maka dipersyaratkan saksi padanya, agar bapaknya tidak bisa mengingkari, lalu tidak mengakui nasabnya, berbeda dengan jual beli.

Adapun pernikahannya Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam tanpa wali dan saksi, maka ini adalah kekhususan dalam pernikahan, sehingga tidak bisa diikutkan kepada orang lain.

Namun kami memberi catatan terhadap pendalilan bahwa Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam menikahi Shofiyyah tanpa saksi, dalam lafadz Imam Bukhori dan Muslim hanya disebutkan dengan lafadz :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْتَقَ صَفِيَّةَ وَتَزَوَّجَهَا، وَجَعَلَ عِتْقَهَا صَدَاقَهَا، وَأَوْلَمَ عَلَيْهَا بِحَيْسٍ

Bahwa Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa salaam membebaskan Shofiyyah lalu menikahinya dan pembebasan tersebut sebagai maharnya, lalu Beliau melaksanakan walimah dengan satu ekor kambing.

Barangkali mereka berdalil bahwa para sahabat tidak ada yang tahu bahwa Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam menikahi budak tersebut yaitu Shofiyyah yang merupakan tawanan perang khoibar, dengan bukti mereka mengetahuinya setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa salaam mengenakan hijab kepadanya. Namun bisa jadi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa salaam telah menghadirkan saksi, namun para sahabat lainnya tidak mengetahui. Hal ini diperkuat dengan riwayat dalam Shahih Bukhori dan Muslim :

فَجَاءَ دِحْيَةُ فَقَالَ يَا نَبِىَّ اللَّهِ ، أَعْطِنِى جَارِيَةً مِنَ السَّبْىِ . قَالَ « اذْهَبْ فَخُذْ جَارِيَةً » . فَأَخَذَ صَفِيَّةَ بِنْتَ حُيَىٍّ ، فَجَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ يَا نَبِىَّ اللَّهِ ، أَعْطَيْتَ دِحْيَةَ صَفِيَّةَ بِنْتَ حُيَىٍّ سَيِّدَةَ قُرَيْظَةَ وَالنَّضِيرِ ، لاَ تَصْلُحُ إِلاَّ لَكَ . قَالَ « ادْعُوهُ بِهَا » . فَجَاءَ بِهَا ، فَلَمَّا نَظَرَ إِلَيْهَا النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « خُذْ جَارِيَةً مِنَ السَّبْىِ غَيْرَهَا » . قَالَ فَأَعْتَقَهَا النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – وَتَزَوَّجَهَا

Lalu datang Dhiyah(bin Khalifah al-Kalibi Rodhiyallahu ‘anhu) berkata : “wahai nabi Allh, berikan kepadaku seorang tawanan wanita!. Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam brsabda : “pergilah dan pilihlah seorang budak!”. Maka Dhiyah Rodhiyallahu ‘anhu mengambil Shofiyyah bintu Huyay, lalu datang seorang laki-laki memberi saran kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam : “ya Nabi Allah, engkau memberikan Dihyah Shofiyyah bintu Huyay putri pemimpin bani Quroidhoh dan Nadhiir, tidak ada yang pantas untuknya, kecuali engkau”. Maka Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam berkata : “kalau begitu panggilah dia bersama Shofiyyah”. Ketika Beliau melihat Shofiyyah, maka beliau berkata kepada Dhiyah : “ambilah budak selain dia!”. Lalu Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam membebaskannya lalu menikahinnya.

Dari kisah diatas, bis saja kita katakana bahwa pernikahan Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam telah disaksikan oleh Dhihyah Rodhiyallahu ‘anhu dan salah seorang yang tidak disebutkan namanya. Sehingga klaim bahwa Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam menikah tanpa 2 orang saksi tidak dapat diterima berdasarkan dugaan saja, jika tidak maka ini adalah kekhususan Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salaam yang tidak diberlakukan kepada selainnya.

Leave a Comment »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.
Entries and comments feeds.