HADITS PALSU DALAM SUNAN TIRMIDZI (HADITS KE-11)

November 3, 2013 at 7:49 am | Posted in Hadits | Leave a comment

11. Hadits no. 3570, Imam Tirmidzi berkata :

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الحَسَنِ قَالَ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا الوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، وَعِكْرِمَةَ، مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ: بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، تَفَلَّتَ هَذَا القُرْآنُ مِنْ صَدْرِي فَمَا أَجِدُنِي أَقْدِرُ عَلَيْهِ، فَقَالَ  رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا أَبَا الحَسَنِ، أَفَلَا أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهِنَّ، وَيَنْفَعُ بِهِنَّ مَنْ عَلَّمْتَهُ، وَيُثَبِّتُ مَا تَعَلَّمْتَ فِي صَدْرِكَ؟» قَالَ: أَجَلْ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلِّمْنِي. قَالَ: ” إِذَا كَانَ لَيْلَةُ الجُمُعَةِ، فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَقُومَ فِي ثُلُثِ اللَّيْلِ الآخِرِ فَإِنَّهَا سَاعَةٌ مَشْهُودَةٌ، وَالدُّعَاءُ فِيهَا مُسْتَجَابٌ، وَقَدْ قَالَ أَخِي يَعْقُوبُ لِبَنِيهِ {سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي} [يوسف: 98] يَقُولُ: حَتَّى تَأْتِيَ لَيْلَةُ الجُمْعَةِ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقُمْ فِي وَسَطِهَا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقُمْ فِي أَوَّلِهَا، فَصَلِّ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، تَقْرَأُ فِي الرَّكْعَةِ الأُولَى بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ وَسُورَةِ يس وَفِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ وَحم الدُّخَانِ، وَفِي الرَّكْعَةِ الثَّالِثَةِ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ وَالم تَنْزِيلُ السَّجْدَةِ، وَفِي الرَّكْعَةِ الرَّابِعَةِ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ وَتَبَارَكَ المُفَصَّلِ، فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ التَّشَهُّدِ فَاحْمَدِ اللَّهَ، وَأَحْسِنْ الثَّنَاءَ عَلَى اللَّهِ، وَصَلِّ عَلَيَّ وَأَحْسِنْ، وَعَلَى سَائِرِ النَّبِيِّينَ، وَاسْتَغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ وَلِإِخْوَانِكَ الَّذِينَ سَبَقُوكَ بِالإِيمَانِ، ثُمَّ قُلْ فِي آخِرِ ذَلِكَ: اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي بِتَرْكِ المَعَاصِي أَبَدًا مَا أَبْقَيْتَنِي، وَارْحَمْنِي أَنْ أَتَكَلَّفَ مَا لَا يَعْنِينِي، وَارْزُقْنِي حُسْنَ النَّظَرِ فِيمَا يُرْضِيكَ عَنِّي، اللَّهُمَّ بَدِيعَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ وَالعِزَّةِ الَّتِي لَا تُرَامُ، أَسْأَلُكَ يَا أَللَّهُ يَا رَحْمَنُ بِجَلَالِكَ وَنُورِ وَجْهِكَ أَنْ تُلْزِمَ قَلْبِي حِفْظَ كِتَابِكَ كَمَا عَلَّمْتَنِي، وَارْزُقْنِي أَنْ أَتْلُوَهُ عَلَى النَّحْوِ الَّذِي يُرْضِيكَ عَنِّيَ، اللَّهُمَّ بَدِيعَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ وَالعِزَّةِ الَّتِي لَا تُرَامُ، أَسْأَلُكَ يَا أَللَّهُ يَا رَحْمَنُ بِجَلَالِكَ وَنُورِ وَجْهِكَ أَنْ تُنَوِّرَ بِكِتَابِكَ بَصَرِي، وَأَنْ تُطْلِقَ بِهِ لِسَانِي، وَأَنْ تُفَرِّجَ بِهِ عَنْ قَلْبِي، وَأَنْ تَشْرَحَ بِهِ صَدْرِي، وَأَنْ تَغْسِلَ بِهِ بَدَنِي، فَإِنَّهُ لَا يُعِينُنِي  عَلَى الحَقِّ غَيْرُكَ وَلَا يُؤْتِيهِ إِلَّا أَنْتَ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ العَلِيِّ العَظِيمِ، يَا أَبَا الحَسَنِ فَافْعَلْ ذَلِكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ أَوْ خَمْسًا أَوْ سَبْعًا تُجَبْ بِإِذْنِ اللَّهِ، وَالَّذِي بَعَثَنِي بِالحَقِّ مَا أَخْطَأَ مُؤْمِنًا قَطُّ ” قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ: فَوَاللَّهِ مَا لَبِثَ عَلِيٌّ إِلَّا خَمْسًا أَوْ سَبْعًا حَتَّى جَاءَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مِثْلِ ذَلِكَ المَجْلِسِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي كُنْتُ فِيمَا خَلَا لَا آخُذُ إِلَّا أَرْبَعَ آيَاتٍ أَوْ نَحْوَهُنَّ، فَإِذَا قَرَأْتُهُنَّ عَلَى نَفْسِي تَفَلَّتْنَ وَأَنَا أَتَعَلَّمُ اليَوْمَ أَرْبَعِينَ آيَةً أَوْ نَحْوَهَا، وَإِذَا قَرَأْتُهَا عَلَى نَفْسِي فَكَأَنَّمَا كِتَابُ اللَّهِ بَيْنَ عَيْنَيَّ، وَلَقَدْ كُنْتُ أَسْمَعُ الحَدِيثَ فَإِذَا رَدَّدْتُهُ تَفَلَّتَ وَأَنَا اليَوْمَ أَسْمَعُ الأَحَادِيثَ فَإِذَا تَحَدَّثْتُ بِهَا لَمْ أَخْرِمْ مِنْهَا حَرْفًا، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ: «مُؤْمِنٌ وَرَبِّ الكَعْبَةِ يَا أَبَا الحَسَنِ»

“Haddatsanaa Ahmad ibnul Hasan ia berkata, haddatsanaa Sulaiman bin Abdur Rokhman Ad-Dimasyqiy ia berkata, haddatsanaa Al Waliid bin Muslim ia berkata, haddatsanaa Ibnu Juraij dari ‘Athoo’ bin Abi Robaah dan ‘Ikrimah Maula Ibnu Abbas dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhu bahwa beliau berkata : ‘ketika kami sedang bersama Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa Salaam, tiba-tiba datanglah Ali bin Abi Tholib Rodhiyallahu anhu ia berkata : ‘demi bapak dan ibumu, Al Qur’an ini telah lari dari dadaku, aku tidak mampu menguasainya. Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa Salaam bersabda : “wahai Abul Hasan, maukah aku ajarkan sebuah doa yang Allah akan memberikan manfaat dengannya, memberi manfaat kepada orang yang kamu ajari dan mengokohkan apa yang telah kamu pelajari?”. Ali Rodhiyallahu anhu berkata : “Mau ya Rasulullah, ajarilah aku”. Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa Salaam berkata : “pada malam jum’at, jika kamu mampu sholatlah pada sepertiga malam akhir, karena ini adalah waktu yang disaksikan, doa pada pada saat itu dikabulkan. Saudaraku Nabi Ya’qub r berkata kepada anak-anaknya : “kelak aku akan memintakan ampun bagi kalian kepada Rabbku” (Yusuf : 98). Lanjut Nabi Sholallahu ‘alaihi wa Salaam lagi : “sampai datang malam jum’at (pagi hari). Jika tidak mampu, sholatlah pada tengah malam, jika tidak mampu sholatlah pada awal malam. Sholatlah 4 rakaat. Pada rakaat pertama membaca surat Al Fatihah dan surat Yasin, pada rakaat kedua setelah Al Fatihah membaca surat Hamiim Ad-Dukhoon, pada rakaat ketiga, setelah Al Fatihah surat As-Sajadah dan pada rakaat keempat setelah Al Fatihah membaca surat Tabaroka (Al Mulk). Jika sudah selesai dari tasyahud, bacalah Hamdalah, perbaguslah dalam memuji Allah, bersholawat kepadaku dan perbaguslah kemudian bersholawat kepada seluruh Nabi, mintakan ampunan untuk kaum mukminin dan mukminat dan saudara-saudara kita yang telah mendahului dalam keimanan, lalu setelah melakukan itu semua, berdoalah : “Ya Allah, rakhmatilah aku dengan meninggalkan maksiat selamanya apa yang telah engkau tetapkan untukku, rakhmatilah aku untuk tidak membebaniku dengan sesuatu yang aku tidak sanggup, berilah rezeki kepadaku dan bagusnya pandangan dengan sesuatu yang engkau ridhoi dariku, Ya Allah pencipta langit dan bumi Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan, aku memohon kepada Engkau Ya Allah, Ya Rokhman dengan Keagungan-Mu dan Cahaya Wajah-Mu agar mengokohkan hatiku untuk menghapal kitab-Mu sebagaimana yang telah Engkau ajarkan kepadaku, rizkikan kepadaku untuk membaca secara nahwu yang telah Engkau ridhoi dariku, Ya Allah pencipta langit dan bumi Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan, aku memohon kepada Engkau Ya Allah, Ya Rokhman dengan Keagungan-Mu dan Cahaya Wajah-Mu agar menerangi penglihatanku dengan cahaya kitab-Mu dan melancarkan lisanku, melapangkan hatiku, melapangkan dadaku, membersihkan badanku, sesungguhnya tidak ada yang menolongku diatas kebenaran selain Engkau, tidak ada yang member jalan kebenaran, kecuali Engkau, tidak ada daya dan upada kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung”. Lanjut Nabi Sholallahu ‘alaihi wa Salaam : “wahai Abul Hasan, lakukanlah hal tersebut 3 kali jum’at atau 5 kali atau 7 kali, niscaya akan dikabulkan dengan izin Allah, demi Dzat yang mengutusku dengan kebenaran tidak akan keliru seorang mukmin pun (jika mengamalkan hal ini)”.

Abdullah bin Abbas Rodhiyallahu anhu berkata : ‘demi Allah, berlalulah waktu dengan Ali 5 atau 7 jum’at, hingga beliau Rodhiyallahu anhu datang kepada Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa Salaam seperti majelis yang kemarin, beliau berkata : ‘wahai Rasulullah sesungguhnya dulu aku sering luput kecuali 4 ayat kurang lebihnya (yang dapat dihapal), jika aku membacanya sendiri, aku terlupakan darinya, aku sekarang belajar 40 ayat kurang lebihnya, ketika aku membacanya lagi, seolah-olah kitabullah berada di kedua mataku. Dulu kalau aku mendengar hadits, jika diulang kembali aku lupa, sekarang kalau aku mendengar hadits, jika diminta menyebutkannya lagi tidak akan terluput satu hurufpun’. Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa Salaam pun bersabda ketika mendengarkan hal ini : “engkau Mukmin wahai Abul Hasan demi Rabbnya Ka’bah”.

Langsung saja kita lihat biografi para perowinya :

  1. Ahmad ibnul Hasan, wafat sekitar tahun 250  H, perowi Bukhori, dinilai Al Hafidz dalam “At-Taqriib” : tsiqoh, hafidz.
  2. Sulaiman bin Abdur Rokhman, wafat pada tahun 233 H, perowi Bukhori, dinilai Al Hafidz : “صدوق يخطىء” (jujur, keliru).
  3. Al Waliid telah berlalu.
  4. Para perowi selanjutnya Ibnu Juraij, Athoo dan Ikrimah, para perowi tsiqoh, para perowi Bukhori-Muslim.

Imam Al Albani dalam tahkiqnya terhadap hadits ini berkata : “موضوع” (hadits palsu). Sementara itu Imam Tirmidzi berkata setelah meriwayatkan hadits ini :

هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ الوَلِيدِ بْنِ مُسْلِمٍ

“ini hadits ghorib, kami tidak mengenalnya kecuali dari jalan Al waliid bin Muslim”.

Sepintas jika dilihat, para perowinya adalah para perowi Bukhori dan sebagiannya perowi Bukhori dan Muslim dan semuanya tsiqoh, kecuali Sulaiman seorang yang jujur, sehingga dhohir sanadnya minimal Hasan. Namun dilihat dari sisi matannya kelihatan aneh, mirip dengan matan-matan hadits palsu. Kesalahan terjadi pada diri Al Waliid bin Muslim, meskipun ia seorang yang tsiqoh, namun sering melakukan tadlis dengan jenis taswiyah. Imam Al Albani dalam “Adh-Dhoifah” (no. 3373) mengomentari Al Waliid yang meriwayatkan hadits ini, kata beliau :

قلت: وكأن الحافظ الذهبي رحمة الله تعالى لم يتذكر قوله في “الميزان”: “قلت: إذا قال الوليد: عن ابن جريج، أو: عن الأوزاعي؛ فليس بمعتمد؛ لأنه يدلس عن كذابين، فإذا قال: حدثنا؛ فهو حجة

“seolah-olah Al Hafidz Adz-Dzahabi tidak ingat ucapannya dalam Al Miizaan : ‘jika Al Waliid berkata dari Ibnu Juraij atau dari Al Auzaa’I, maka tidak dapat dijadikan pegangan, karena ia melakukan tadlis (pengguguran) perowi para pendusta, namun jika mengatakan, ‘haddatsanaa’, maka itu hujjah”.

Sebagaimana kita lihat dalam hadits ini, Al Waliid mengatakan, haddatsanaa Ibnu Juraij, sehingga seharusnya haditsnya dapat dijadikan hujjah, menurut kaedahnya Imam Adz-Dzahabi. Namun Imam Al Albani mengkritik kaedah tersebut, kata beliau masih dalam kitab yang sama :

وبناء عليه فقول الذهبي في صدر كلامه عن الوليد: “…. فإذا قال: حدثنا (ابن جريج) ، فهو حجة” فيه قصور لا يخفى، فالصواب اشتراط تصريحه بالتحديث في شيخه وسائر الرواة الذين فوقه، لنأمن بذلك من شر تدليسه تدليس التسوية، ولولا ذلك إسناد هذا الحديث صحيحاً، لكون الوليد قد قال فيه: حدثنا ابن جريج كما رأيت، فلما لم يتابع التصريح بالتحديث فوق ذلك قامت العلة في الحديث؛ لاحتمال أن يكون بين ابن جريج وعطاء وعكرمة أحد الضعفاء؛ فدلسه الوليد، كما في الأمثلة التي رواها الهيثم بن خارجة رحمه الله تعالى. وقد وافق الذهبي في هذه الغفلة الحافظ ابن كثير في “فضائل القرآن” (ص92) فتبعه! مع جزمه بأن الحديث بين الغرابة بل النكارة.

 

“berdasarkan ucapan Adz-Dzahabi tentang Al Waliid, ‘jika ia berkata haddatsanaa (Ibnu Juraij), maka itu adalah hujjah’. Maka ini kurang sempurna dan tidak tersembunyi lagi, yang benar adalah dipersyaratkan untuk kejelasan hadits dari syaikhnya dan seluruh syaikh diatasnya, agar kita aman dari kejelekan tadlis dengan tadlis taswiyah, kalau tidak seperti itu tentu hadits ini shahih, karena Al Waliid dalam hal ini berkata, haddatsanaa Ibnu Juraij, sebagaimana engkau lihat. Namun ketika tidak diikuti oleh kejelasan tahdits perowi diatasnya (ibnu Juraij keatas) maka telah terdapat padanya cacat hadits, karena ada kemungkinan antara Ibnu Juraij dan ‘Athoo’ dan Ikrimah adalah perowi yang lemah, lalu ditadliskan (baca digugurkan) oleh Al Waliid, sebagaimana contoh yang diriwayatkan oleh Al Haitsam bin Khorijah. Yang menyepakati kelalaian dalam hal ini adalah Al Hafidz Ibnu Katsiir dalam “Fadhoilul Qur’an” (h. 92), lalu beliau mengikutinya, sekalipun hadits ini jelas keasingannya, bahkan mungkar”.

Kemudian Imam Al Albani dalam kitab yang sama menjelaskan kondisi sanad jalur-jalur lainnya, kata beliau :

وأما رواية الطبراني فمما لا يفرح به! لأنها من طريق محمد بن إبراهيم القرشي: حدثنا أبو صالح عن عكرمة عن ابن عباس به، نحوه.

أخرجه ابن السني في “عمل اليوم والليلة” (572) ، والطبراني في “المعجم الكبير” (3/ 144/ 2) ، والعقيلي في “الضعفاء” (ص 2/ 369 / 1) في ترجمة القرشي: وعلقه من الطريق الأولى ثم قال: “ليس يرجع من هذا الحديث إلى صحة، وكلا الحديثين ليس له أصل، ولا يتابع عليه”. وأبو صالح هو إسحاق بن نجيح الملطي، وهو وضاع دجال.

ومن طريقه أخرجه أبو أحمد الحاكم في “الكنى” (ق235/ 1-2) وقال: “وهذا حديث منكر، وأبو صالح هذا رجل مجهول وحديثه هذا يشبه حديث القصاص”.

“Adapun riwayat Thobroni maka tidak menggembirakan, karena berasal dari jalan Ibrohim Al Qurosiy, haddatsanaa Abu Shoolih dari Ikrimah dari Ibnu Abbas seperti itu. Dikeluarkan oleh Ibnus Suniy dalam “Amalul Yaum wal Lailah” (572) dan Thobroni dalam “Al Mu’jam Al Kabiir” (2/3/144) dan Al Uqoiliy dalam “Adh-Dhu’afaa’” (h 2/1/369) pada biografi Al Qurosiy, beliau berkata : ‘hadits ini tidak shahih, kedua hadits ini tidak memiliki asal dan tidak bisa dikuatkan, Abu Shoolih ini adalah Ishaq bin Nujaih Al Mulathi, ia pemalsu hadits dan Dajjaal.

Jalan yang lain dikeluarkan oleh Abu Ahmad Al Hakim dalam “Al Kunaa” (1-2/235q) ia berkata : ‘ini hadits mungkar, Abu Shoolih ini perowi majhul haditsnya menyerupai haditsnya tukang cerita’”.

Kemudian pada akhir pembahasan hadits ini, Imam Al Albani berkata :

وجملة القول؛ أن هذا الحديث موضوع كما قال الذهبي في “الميزان”

“Kesimpulannya, hadits ini palsu sebagaimana dikatakan oleh Adz-Dzahabi dalam “Al Miizaan”.

Selain Imam Al Albani yang menilai hadits ini palsu, Imam Ibnul Jauzi juga telah memasukkan hadits ini dalam kitabnya yang berisi kumpulan-kumpulan hadits palsu yaitu “Al Maudhu’aat”. Dan juga Imam Adz-Dzahabi selain dalam “Al Miizaan” sebagaimana dinukil oleh Imam Al Albani dalam kitab Talkhisnya yang mengomentari Mustadrok karya Imam Al Hakim, Imam Adz-Dzahabi telah mengisyaratkan palsunya hadits ini, kata beliau :

هذا حديث شاذ ، أخاف أن لا يكون (كذا ولعل الصواب : أن يكون) موضوعاً ، وقد حيرني والله جودة سنده

“ini hadits Syadz, aku khawatir ia adalah hadits palsu, hadits ini telah menakjubkanku, demi Allah sanadnya bagus”.

 

 

 

 

 

Leave a Comment »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.
Entries and comments feeds.